Sabtu, 02 Januari 2010

Temanggung jalil dan Benteng Tundakan serta Perjuangan Rakyat Hulu Sungai lainnya Bagikan

09 November 2009 jam 0:23 | Sunting Catatan | Hapus
Tumenggung Jalil gelar Kiai Adipati Anom Dinding Raja (lahir : Kampung Palimbangan, Amuntai, Hulu Sungai Utara tahun 1840, wafat : Benteng Tundakan, Balangan 24 September 1861 ) adalah panglima perang dalam Perang Banjar dengan basis pertahanan di Banua Lima, pedalaman Kalimantan Selatan. Jalil, namanya sejak kecil . Jalil merupakan seorang jaba bukan berdarah bangsawan. Sejak kecil dia dikenal pemberani dan pendekar dalam ilmu silat. Pada waktu berusia 20 tahun dia terlibat dalam perlawanan terhadap Belanda di Desa Tanah Habang dan Lok Bangkai. Karena kepahlawanannya dia dikenal sebagai Kaminting Pidakan (jagoan/jawara).

Jalil Menyusun Kekuatan

Jalil diberi gelar Tumenggung Macan Negara oleh Sultan Tamjidillah II, karena itulah ia dikenal juga dengan sebutan Tumenggung Jalil. Kemudian Tumenggung Jalil memihak kepada Pangeran Hidayatullah dan diberi gelar Kiai Adipati Anom Dinding Raja oleh Pangeran Hidayatullah. Pada tahun 1859 Tumenggung Jalil telah menyusun kekuatan di Banua Lima. Tumenggung Jalil membuat pos-pos penjagaan di sekitar Babirik, Alabio dan Sungai Banar. Di sekitar Masjid Amuntai didirikan benteng. Di sungai dibuat rintangan-rintangan sehingga mempersulit bagi kapal yang akan lewat.
Pertempuran di Amuntai, Balangan dan Tabalong

Pada awal Februari 1860, Belanda mengerahkan kapal-kapal perang Admiral van Kingsbergen dan kapal Bernet dengan beberapa ratus serdadu dan pasukan meriam dipimpin oleh Mayor G.M. Verspyck. Kapal perang itu akhirnya sampai di Alabio, dan seterusnya terpaksa menggunakan kapal atau perahu yang lebih kecil karena rintangan yang banyak di sungai. Pertempuran terjadi disekitar Masjid Amuntai. Dari masjid inilah keluar prajurit-prajurit rakyat yang tidak mengenal lelah menyerbu dengan hanya bersenjatakan tombak, parang bungkul dan mandau dengan meneriakkan Allahu Akbar menyerbu Belanda. Korban berjatuhan dan perang berhadapanpun terjadi. Semangat membela agama dan berjuang melawan orang kafir dan mati dalam perang itu adalah semangat patriotisme yang tinggi yang mengisi dada setiap rakyat yang bertempur melawan penjajah Belanda. Benteng di sekitar masjid dipertahankan dengan kuat dibawah pimpinan Matia atau Mathiyassin pembantu utama Tumenggung Jalil dengan gagah berani mengamok menyerbu serdadu Belanda. Beratus-ratus yang menjadi syuhada dalam pertempuran itu, 44 orang diantaranya dimakamkan di Kaludan. Rumah-rumah penduduk ikut menjadi korban terbakar serta kampung di sekitarnya menjadi saksi kepahlawanan rakyat Amuntai mempertahankan agama. Diantara kampung yang musnah adalah Kampung Karias, dan diantara rumah penduduk yang musnah terdapat rumah Tumenggung Jalil. Di bekas benteng yang hancur, dijadikan Belanda bivak, benteng baru terletak di pertemuan sungai Balangan dan sungai Tabalong. Pertempuran ini terjadi pada 9 Februari 1860. Pasukan-pasukan Pangeran Hidayatullah yang tersebar di sekitar Barabai bergabung dengan pasukan Tumenggung Jalil dan dapat menahan gerakan serdadu Belanda di sekitar Pantai Hambawang. Dalam pertempuran yang terjadi di Lampihong diantara serdadu Belanda yang menjadi korban adalah Kapten de Jong. Pertempuran ini menyebabkan serdadu Belanda mundur. Bantuan serdadu Belanda kemudian diangkut dengan kapal perang Boni pada tanggal 15 Mei 1860 menuju dan memudiki sungai Tabalong. Sebelum mencapai daerah Tabalong, serdadu Belanda menghadapi serbuan rakyat disepanjang sungai yang dilewati. Sesampai di daerah Tabalong, terjadi pertempuran dengan pasukan Tumenggung Jalil. Perlawanan rakyat cukup sengit menyebabkan serdadu Belanda terpaksa mundur ke daerah Kelua dan Amuntai. Baru bulan Juni 1860 Belanda berhasil menduduki daerah Tabalong. Serdadu Belanda menghadapi perlawanan dari pasukan Pengeran Hidayatullah, pasukan Jalil dan pasukan Pangeran Antasari, Tumenggung Surapati yang berpusat di Tanah Dusun.


Benteng Batu Mandi dan Benteng Tabalong

Tumenggung Jalil kemudian membuat benteng di Batu Mandi dan dari benteng ini dapat memutuskan hubungan serdadu Belanda antara Barabai dan Lampihong. Benteng ini terletak di atas sebuah bukit dan di sekitarnya diberi rintangan-rintangan, seperti parit-parit, lubang perangkap, tali jerat dan potongan pohon kayu besar yang sewaktu-waktu dapat digulingkan dari atas bukit. Benteng ini dipercayakan kepada Penghulu Mudin. Ketika serdadu Belanda menyerbu dan menaiki bukit yang dijadikan benteng ini, banyak sekali korban dari pihak Belanda, karena jebak (ranjau) yang dibuat. Diantara yang jatuh korban adalah pimpinan penyerbuan ini Sersan van de Bosch. Karena gagal menaiki benteng tersebut, serdadu Belanda menembaki benteng ini dengan meriam dari bawah. Sementara itu Pangeran Antasari memperkuat benteng Tabalong. Pangeran Antasari menaikkan bendera di atas benteng itu, yaitu bendera merah dengan dua buah keris bersilang. Benteng Batu Mandi dipersiapkan dengan sungguh-sungguh oleh Pangeran Antasari dan Pangeran Hidayatullah. Disamping itu terdapat pula Pangeran Syarif Umar, ipar Pangeran Hidayatullah, Pangeran Usman kemenakan Pangeran Hidayatullah. Sedangkan Tumenggung Jalil mempersiapkan pertahanan di sepanjang sungai Balangan. Sebelum sampai ke benteng ini, terdapat kubu-kubu pertahanan di batang Balangan. Di daerah Batang Alai terdapat kekuatan dibawah pimpinan Demang Jaya Negara Seman dan Kiai Jayapati. Pusat kekuatan telah dibagi dan dipencar-pencar Pangeran Antasari tetap bertahan di sekitar Amuntai, Kalua dan Tabalong, sedangkan Jalil berada di pusat kekuatan di Pasimbi, yang berusaha menghambat gerakan serdadu Belanda menuju Batu Mandi. Kubu-kubu pertahanan Jalil selain di Pasimbi, juga terdapat di Lampihong, Layap, Muara Pitap dan lain-lain. Ketika serdadu Belanda sampai ke benteng Batu Mandi pada tanggal 13 Oktober 1860 ternyata benteng itu telah dikosongi. Belanda sangat kecewa karena sebelum mencapai benteng Batu Mandi, serdadu Belanda menghadapi perlawanan yang gencar dari segala pelosok, ternyata benteng itu telah kosong.


Pertempuran di Benteng Tundakan 24 September 1861 ( PKL FKIP Sejarah Tanggal 06 November 2009 )

Garis pertahanan Pangeran Antasari antara benteng Pengaron, benteng Tundakan dan Gunung Tongka (di daerah Barito) merupakan basis perjuangan yang tak mudah ditaklukkan Belanda. Tumenggung Jalil setelah terpukul di Banua Lima, kemudian menggabungkan diri ke benteng Tundakan bersama-sama Tumenggung Baro dan Pangeran Maradipa. Ketika terjadi pertempuran menghadapi pasukan serdadu Belanda yang menyerbu benteng Tundakan, banyak korban berjatuhan kedua belah pihak. Benteng di dipertahankan dengan sekuat tenaga oleh para pejuang tak kenal menyerah. Mati syahid adalah idaman mereka dalam setiap pertempuran menghadapi orang kafir Belanda. Pertempuran itu terjadi pada 24 September 1861. Tumenggung Jalil mempertahankan benteng itu bersama-sama Pangeran Antasari dan tokoh pejuang lainnya. Benteng Tundakan hanya dipertahankan dengan 30 pucuk meriam dan senapan jauh lebih kecil dibanding dengan persenjataan Belanda. Meskipun dengan persenjataan yang kecil, tetapi dengan semangat juang tak kenal menyerah, akhirnya Belanda terpaksa mundur dan dapat dihalau dari tempat pertempuran. Dengan demikian benteng Tundakan dapat dipertahankan dan diselamatkan. Setelah usai ternyata Tumenggung Jalil gugur sebagai kesuma bangsa. Mayatnya ditemukan dalam tumpukan tumpukan mayat-mayat serdadu Belanda, jauh di luar benteng. Ketika perang sedang berkecamuk, Tumenggung Jalil mengamok ke tengah-tengah musuh, dan dia menjadi korban bersama-sama serdadu Belanda yang dibunuhnya. Tumenggung Jalil menjadi syahid, seorang putera bangsa terbaik telah hilang. Kebencian Belanda kepada Tumenggung Jalil sebagai musuhnya yang paling ditakutinya, berusaha mencari dimana kuburan Tumenggung ini. Akhirnya penghianat perjuangan memberi tahu letak kuburan tersebut. Kuburan beliau dibongkar kembali oleh kaki tangan Belanda, tengkoraknya diambil dan disimpan di Negeri Belanda, sisa mayatnya dihancurkan dan dia pejuang bangsa yang tidak mempunyai kubur.



PENGHULU RASYID

Penghulu Rasyid (lahir : 1815, kampung Telaga Itar, Kelua, Tabalong. Wafat : Banua Lawas, Tabalong 15 Desember 1861) . Penghulu Rasyid adalah salah seorang diantara sejumlah ulama Islam yang bangkit bergerak berjuang mengangkat senjata melawan penjajah Belanda dalam Perang Banjar. Ayah dari Penghulu Rasyid bernama Ma’ali adalah penduduk kampung Telaga Itar. Rasyid diperkirakan lahir sekitar tahun 1815. Pada waktu terjadi Perang Banjar dan perjuangan yang menghangat di seluruh wilayah Banua Lima tahun 1860 sampai tahun 1865, Rasyid berumur 50 tahun, sejak kecil ia mempunyai ciri-ciri kepemimpinan dan mempunyai kepribadian yang tinggi. Pengetahuan agama Islam yang dimilikinya disertai dengan amaliah yang kuat, maka Rasyid dijadikan sebagai pemimpin agama dengan sebutan Penghulu, maka selanjutnya ia dikenal sebagai Penghulu Rasyid.

Sebagai seorang pimpinan agama Penghulu Rasyid tergerak hatinya untuk patriotismenya untuk membela negara Kesultanan Banjar yang dijajah Belanda. Penghulu Rasyid dan para ulama lainnya mengorbankan semangat juang, sebagai gerakan Baratib Baamal. Gerakan Baratib Baamal ini meliputi hampir seluruh Banua Lima dengan pusat kegiatan di masjid dan langgar (surau).


Pertempuran Banua Lawas

Pimpinan Baratib Baamal pimpinan Penghulu Abdul Rasyid dan Haji Bador di Banua Lawas pertama kali terlibat dalam pertempuran menghadapi serdadu Belanda di Habang pada tanggal 8 Oktober 1861, pertempuran kedua di Krimiang dan yang ketiga pada tanggal 18 Oktober 1861 di Banua Lawas. Anak buah Haji Bador di Banua Lawas memusatkan kekuatannya di Masjid, jumlah ratusan orang. Sambil mengucapkan zikir dan parang di tangan mereka maju meyerbu sardadu Belanda tanpa ragu dan penuh keberanian. Setelah terjadi perang bergumul dan berhasil menewaskan 3 orang serdadu Belanda, Kapten Thelen mundur ke Kalua dan minta bantuan serdadu Belanda di Amuntai. Serdadu dari Amuntai datang menyerbu, tetapi setelah sampai di masjid Kalua, serdadu Belanda mendapat serangan gencar dengan tembakan senapan dan lila dari pengikut Haji Bador. Besok harinya terjadi lagi pertempuran di Banua Lawas. Pertempuran sengit ini mengakibatkan banyak jatuh korban. Tidak kurang dari 160 orang pengikut Haji Bador diantaranya tewas sebagai syuhada.


Pertempuran Banua Lawas 15 Desember 1861

Pertempuran terakhir di Banua Lawas terjadi pada 15 Desember 1865. Belanda mengepung Pasar Arba Banua Lawas dengan menggunakan kapal perang Van Os melalui Sungai Anyar. Serdadu dari Amuntai mengepung dari segala penjuru. Belanda menggunakan segala cara untuk menaklukkan dan melumpuhkan perjuangan Penghulu Abdul Rasyid. Diantara cara itu adalah dengan mendatangkan pasukan Dayak Maanyan dari Tamiang Layang dibawah pimpinan Tumenggung Jailan yang bergelar Tumenggung Jaya Karti. Tumenggung Jailan ini terkenal berani seperti juga Suta Ono yang berjasa membantu Belanda untuk melumpuhkan perjuangan Pangeran Antasari.

Taktik lain adalah dengan memberi pengumumam kepada barang siapa yang berhasil memotong kepala Penghulu Abdul Rasyid dengan imbalan hadiah f 1.000,- disamping pembebasan pajak 7 turunan. Kubu pertahanan Penghulu Abdul Rasyid dibumi hanguskan oleh Belanda. Banyak sekali korban berjatuhan gugur sebagai kesuma bangsa menjadi syuhada. Penghulu Abdul Rasyid tumitnya kena tembak sehingga dia terpaksa menghindarkan diri dari medan pertempuran. Dalam persembunyiannya dia masih sempat membunuh beberapa orang serdadu Belanda dan pengikutnya yang tersesat. Tergiur hadiah f 1.000,- dan pembebasan pajak semalam 7 turunan, teman seperjuangan dan keluarganya sendiri Teja Kusuma menghianati perjuangan bangsanya dan memenggal kepala Penghulu Abdul Rasyid yang sudah tidak berdaya lagi. Puteri dari Penghulu Abdul Rasyid sendiri membela kematian ayahnya dan berhasil menembak mati Teja Kusuma sehingga berhasil merebut kepala ayahnya yang hanya kepalanya saja. Tetapi setelah kepala tersebut diambilnya dia pingsan melihat ayahnya yang hanya kepalanya saja. Akhirnya Kepala Penghulu Abdul Rasyid tersebut berhasil direbut oleh orang-orang yang menginginkan hadiah f 1.000,- dan menyerahkannya kepada Belanda. Jenazah Penghulu Abdul Rasyid dimakamkan tanpa kepala di dekat Masjid Pasar Arba. Masjid ini termasuk yang tertua dan didirikan oleh Penghulu Abdul Rasyid semasa hidupnya bersama 4 orang tokoh masyarakat saat itu masing-masing bernama Datuk Seri Panji, Datuk Langlang Buana dan Datuk Sari Negara.


Baratib Baamal

Pimpinan dari gerakan ini para ulama yang dikenal dengan sebutan Tuan Guru. Secara etimologis kata Baratib Baamal terdiri dari dua kata, yaitu baratib yang berarti berdzikir dan Baamal yaitu melakukan perbuatan atau berdoa untuk memohon kebaikan. Berdasarkan kenyataan aksi Baratib Baamal lebih cenderung dianggap sebagai khalwat dalam usaha memohon keselamatan untuk memerangi orang kafir.

Pengikut yang terdiri dari kaum muslimin berkumpul di masjid atau langgar dengan dipimpin oleh seorang ulama, yang disebut Tuan Guru. Jamaah ini bersama-sama membaca dzikir La ilaha illa Allah disertai kalimat puji-pujian dan seterusnya diucapkan sebagai berikut : La ilaha illa Allah, La ilaha illa Allah, dengan menadah tangan keatas, rezeki minta dimurahkan, bahaya minta dijauhkan, umur minta panjangkan serta iman. La ilaha illa Allah, tumat di Mekkah ke madinah, di situ tempat rasulullah. La ilaha illa Allah, tumat di Mekkah ke Madinah, di situ tempat Siti Fatimah. La ilaha illa Allah, hati yang siddiq, ya maulana, ya Muhammad Rasul Allah. La ilaha illa Allah, hati yang mu’min bait Allah. La ilaha illa Allah, Nabi Muhammad hamba Allah. La ilaha illa Allah, Muhammad sifat Allah. La ilaha illa Allah, Muhammad aulia Allah. La ilaha illa Allah, Muhammad Rasul Allah. La ilaha illa Allah, Muhammad Rasul Allah. La ilaha illa Allah, maujud Allah.

Pratek berzikir itu berlangsung lama, berhari-hari. Dalam kekhusyukannya mereka tenggelam dalam keasyikan mengingat Allah. Puji-pujian itu diucapkan berirama, mula-mula bernada rendah, makin lama makin tinggi, dan keras berupa jeritan yang histeris. Dalam situasi yang demikian mental perjuangan berhasil ditingkatkan sehingga mereka siap untuk menyerbu musuh tanpa menghiraukan risiko maut yang dihadapi. Jamaah zikir ini memakai seragam jubah putih kecuali pimpinanya Tuan Guru yang memakai jubah kuning. Pengaruh amaliah zikir ini sangat mendalam dan mempengaruhi jiwa raga manusia yang melakukannya. Sangat mungkin sekali jamaah Baratib Baamal ini adalah salah satu jenis Tarikat yang memang sudah lama berkembang dalam wilayah Kesultanan Banjar. Tarikat ini adalah Tarikat Naqsabandiyah.


Pelaksanaan Khalwat

Pelaksanaan khalwat tarikat ini dengan cara :

1. menyendiri atau berkelompok ditempat yang sunyi dan sepi
2. mengurangi nafsu makan / minum
3. membaca zikir
4. meninggalkan nafsu birahi
5. menjaga kesucian badan
6. pakaian serba putih
7. memotong rambut
8. mengurangi tidur
9. memperbanyak ibadah
10. taat terhadap petunjuk pimpinan/ulama (Tuan Guru)

Dengan cara praktik khalwat ini membawa orang senantiasa mengingat Allah, lidah, hati, perasaan, pandangan, penglihatan dan seluruh tubuhnya tidak yang lain kecuali Allah. Dalam perasaan itu dirinya sudah tidak ada lagi, dia sudah fana. Hal ini berarti bahwa telah mampu menyatukan dirinya dengan Allah, dalam bentuk tauhidul af’al, sifat dan zat. Pengaruh ajaran Syekh Abdul Hamid Abulung dengan aliran wahdatul wujud bukanlah yang tidak mungkin juga mempengaruhi gerakan Baratib Baamal ini karena ajaran ini membawa pikiran manusia dan dunia atau manusia dan Tuhan itu tidak terpisahkan menjadi satu, dalam kehidupan ruhani yang tinggi fana. Aliran wahdatul wujud memang sudah berkembang dalam wilayah kesultanan Banjar sejak abad ke-18.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar