Selasa, 04 Januari 2011

Geografi Sejarah Kerajaan Nan Sarunai

Geografi Sejarah Kerajaan Nan Sarunai
PETA KABUPATEN TABALONG DIMANA KERAJAAN NAN SARUNAI PERNAH BERDIRI
Letak geografis sangat mempengaruhi kemajuan sebuah kerajaan, seperti yang kita ketahui, mengapa Kerajaan Majapahit terletak di tepi Sungai Brantas?, mengapa Kerajaan Sriwijaya terletak di tepi sungai musi?, dan mengapa Kerajaan Pajang terletak di lereng pegunungan?. Nah, tentunya hal tersebut jelas membuat kita bertanya – tanya, mengapa Kerajaan Majapahit tidak terletak di lereng Gunung Bromo?, seandainya Kerajaan Majapahit terletak di Gunung Bromo, mungkin perkembangan dan daerah kekuasaannya tak akan sepesat dan seluas seperti faktanya, karena sulitnya akses transportasi, dan pada saat itu hanya sungai satu – satunya sarana transportasi yang menunjang. Tak hanya dari segi transportasi, dari segi ekonomi pun letak geografis merupakan hal yang sangat perpengaruh terhadap majunya sebuah kerajaan, kita bisa lihat pada Kerajaan Pajang yang letaknya di lereng pegunungan, seperti pada umumnya, lereng pegunungan merupakan daerah yang subur dan tentu sangat bagus sekali untuk daerah pertanian. Selain dari segi ekonomi, segi pertahanan Kerajaan juga berpengaruh, kerajaan yang terletak digunung memanfaatkan dataran tinggi untuk mengontrol musuh yang datang, dan saya rasa lebih leluasa untuk melihat daerah sekitar kerajaan.
Kalau kita lihat, cikal bakal ( Kerajaan Nan Sarunai, Kerajaan Nagara Dipa, dan Kerajaan Nagara Daha ) maupun Kerajaan Banjar itu sendiri letaknya selalu ditepi sungai, hal tersebut sangat jelas di karenakan karena sungai merupakan satu – satunya sarana transportasi pada masa itu yang menghubungkan ibukota kerajaan dengan daaerah pelosok. Tentunya letak kerajaan sangat berpengaruh terhadap faktor geografis, contohnya Kerajaan Pajang yang letaknya di lereng gunung, hal tersebut menurut saya memang kurang wajar untuk sebuah kerajaan, karena hal tersebut memang menyulitkan untuk mendatangi pusat kota maupun istana Kerajaan Pajang, tapi salah satu sisi positifnya adalah, karena lereng gunung adalah daerah yang subur, maka dari itu Kerajaan Pajang menitikberatkan ke bidang pertanian, hingga dijuliki sebagai lumbung beras.
Kerajaan Nan Sarunai adalah tahap awal dari Kerajaan Banjar, kerajaan ini kalau sekarang terletak diantara Kabupaten Tabalong dan Hulu Sungai Utara, tepatnya berada di tepi Sungai Tabalong. Sungai Tabalong adalah anak dari Sungai Bahan yang bermuara ke Sungai Barito. Selain itu, muncul pendapat berbeda yang menyatakan bahwa Kerajaan Tanjungpuri berbeda dengan Kerajaan Nan Sarunai. Pendapat ini meyakini bahwa Kerajaan Tanjungpuri bukan pemerintahan yang dikelola oleh Suku Dayak Maanyan, melainkan oleh orang-orang Melayu Palembang yang merupakan pelarian dari Kerajaan Sriwijaya (Suriansyah Ideham, eds., 2007:17 dalam www.melayu-online.com). Versi yang satu ini juga menyebutkan bahwa Kerajaan Nan Serunai dan Kerajaan Tanjungpuri berada dalam lingkup ruang dan waktu yang sama. Kerajaan Nan Serunai berpusat di Amuntai, sedangkan Kerajaan Tanjungpuri beribukota di Tanjung.
kita sering mendengar bahwa nenek moyang kita berlayar sampai ke Madagaskar, dan ternyata yang dimaksud dengan nenek moyang tersebut adalah suku Dayak Maanyan yang berlayar pada tahun 600 Masehi (www.melayu-online.com/kerajaan_nan_sarunai), terdengar aneh bukan?, hal tersebut kalau kita membayangkan keadaan geografis sekarang, tapi lain halnya kalau kita coba tengok keadaan geografis Kalimantan bagian tengah tersebut pada zaman purba dahulu, dulu daerah Kalimantan bagian tengah adalah teluk besar, daerah tersebut memang sangat memungkinkan untuk kemaritiman, karena teluklah yang membuat orang Dayak Maanyan menjadi pelayar yang tangguh, sampai – sampai mereka berlayar jauh sampai ke Madagaskar, Hudson dalam Bukunya yang berjudul Indonesia mengatakan bahwa ada persamaan antara bahasa Dayak Maanyan dengan Bahasa Madagaskar. Ketangguhan orang Dayak Maanyan dalam bidang maritim lama kelamaan menjadi berkurang, hal tersebut di sebabkan karena adanya pendangkalan lingkungan maritime tempat mmereka hidup, akhirnya daerah tersebut menjadi daratan dan suku Dayak Maanyan pun kehilangan budaya maritimnya, dan daerah daratan yang berasal dari proses pendangkalan tersebut di beri nama Banua Hujung Tanah. Terdapat dua lokasi di masa sekarang yang diperkirakan merupakan bekas wilayah Pulau Hujung Tanah, yakni Amuntai dan Tanjung, yang keduanya terletak tidak jauh dari Pegunungan Meratus yang memang dikisahkan membentang di timur Pulau Hujung Tanah, tempat di mana Kerajaan Nan Sarunai berdiri (www.melayu-online.com/kerajaan_nan_sarunai)
Daerah Amuntai seperti yang kita ketahui adalah daerah terbentang rawa yang luas (coba perhatikan dari daerah Pekapuran sampai Sungai Buluh), apakah masuk akal kalau daerah bekas terendam air akan membentuk rawa? saya rasa hal tersebut logis, daerah bekas laut yang mengalami proses pendangkalan akan mengalami pembentukan rawa, hal mengenai Amuntai dahulunya adalah laut diperkuat oleh pendapat Jon, seorang mahasiswa Politeknik Negeri Banjarmasin jurusan Pertambangan, dia berkata bahwa Amuntai, Barabai, dan Kandangan dulunya memang daerah laut, hal tersebut dibuktikan bahwa di Barabai banyak ditemukan batu marmer yang mengalami pengapuran, pengapuran tersebut menunjukan bahwa daerah tersebut dulunya memang laut. Letak geografis Kerajaan Nan Serunai yang strategis, membuat orang – orang pelarian dari Kerajaan Sriwijaya (waktu itu Kerajaan Sriwijaya diserang oleh Raja Cola) tertarik untuk berdiam di daerah tersebut, dan mereka membaur dengan suku Dayak Maanyan, sehingga kebudayaan melayu yang mereka bawa menjadi satu kebudayaan baru, yakni embrio dari kebudayaan Banjar.
Kerajaan Nan Sarunai pada waktu itu sudah dapat dibilang makmur, karena kegemilangan mereka dalam perdagangan, teluk Sarunai sebelum pendangkalan, ramai disinggahi para pedagang dari berbagai penjuru, hal tersebut juga dikarenakan Kerajaan Nan Sarunai menjalin hubungan perdagangan dengan negara lain, seperti Indragiri, Majapahit, Bugis, bahkan hingga Madagaskar (Ganie, 2009). Kegemilangan Kerajaan Nan Sarunai membuat Kerajaan Majapahit tergiur untuk mengusai Kerajaan Nan Sarunai, pada tahun 1355 M Hayam Wuruk memerintahkan panglima Empu Jatmika untuk menguasai Kerajaan Nan Sarunai, penyerangan ini pun berhasil dan Empu Jatmika mendirikan kerajaan baru yang diberi nama Kerajaan Negara Dipa yang berpusat di Amuntai.
Nah, jadi jelas bahwa letak geografis suatu kerajaan sangat mempengaruhi semua aspek dalam suatu kerajaan, baik itu ekonomi, sosial, dan budaya. Karena kurangnya sumber sejarah tentang Kerajaan Nan Sarunai, maka penjelasannya teramat singkat. Hikayat Banjar pun hanya sedikit menyinggung tentang Kerajaan Nan Sarunai dan itu hanya menyinggung tentang keruntuhan Kerajaan Nan Sarunai, hal tersebut mungkin dikarenakan perubahan Hikayat Banjar di jaman Kesultanan Banjar, Hikayat Banjar versi pertama merupakan versi yang telah diubah dan disusun pada masa Kesultanan Banjar yang secara definitif telah memeluk agama Islam, sedangkan versi kedua dianggap sebagai versi yang berasal dari Negara Dipa yang memeluk agama Hindu (Ras, 1968:238 dalam www.melayu-online.com), salah satu sumber tentang keruntuhan Kerajaan Nan Sarunai selain Hikayat Banjar adalah puisi ratapan atau wadian yang dilisankan kedalam bahasa Dayak Maanyan, para seniman lokal mengenang keruntuhan Kerajaan Nan Sarunai sebagai peristiwa “Usak Jawa” atau “Penyerangan oleh Kerajaan Jawa” (Ganie, 2009).
Sumber Referensi
1. www.melayu-online.com/kerajaan_nan_sarunai
2. Tajuddin Noor Ganie, “Sejarah kehidupan di Tanah Banjar”, tersedia di http://tajudinnoorganie.blogspot.com, data diunduh pada tanggal 12 September 2010
3. Mudjahidin. S, Dari Zaman Megalitik – Tanjung Puri – Candi Laras sampai Panglima Batur

Geografi Sejarah Kerajaan Nan Sarunai

Geografi Sejarah Kerajaan Nan Sarunai
PETA KABUPATEN TABALONG DIMANA KERAJAAN NAN SARUNAI PERNAH BERDIRI
Letak geografis sangat mempengaruhi kemajuan sebuah kerajaan, seperti yang kita ketahui, mengapa Kerajaan Majapahit terletak di tepi Sungai Brantas?, mengapa Kerajaan Sriwijaya terletak di tepi sungai musi?, dan mengapa Kerajaan Pajang terletak di lereng pegunungan?. Nah, tentunya hal tersebut jelas membuat kita bertanya – tanya, mengapa Kerajaan Majapahit tidak terletak di lereng Gunung Bromo?, seandainya Kerajaan Majapahit terletak di Gunung Bromo, mungkin perkembangan dan daerah kekuasaannya tak akan sepesat dan seluas seperti faktanya, karena sulitnya akses transportasi, dan pada saat itu hanya sungai satu – satunya sarana transportasi yang menunjang. Tak hanya dari segi transportasi, dari segi ekonomi pun letak geografis merupakan hal yang sangat perpengaruh terhadap majunya sebuah kerajaan, kita bisa lihat pada Kerajaan Pajang yang letaknya di lereng pegunungan, seperti pada umumnya, lereng pegunungan merupakan daerah yang subur dan tentu sangat bagus sekali untuk daerah pertanian. Selain dari segi ekonomi, segi pertahanan Kerajaan juga berpengaruh, kerajaan yang terletak digunung memanfaatkan dataran tinggi untuk mengontrol musuh yang datang, dan saya rasa lebih leluasa untuk melihat daerah sekitar kerajaan.
Kalau kita lihat, cikal bakal ( Kerajaan Nan Sarunai, Kerajaan Nagara Dipa, dan Kerajaan Nagara Daha ) maupun Kerajaan Banjar itu sendiri letaknya selalu ditepi sungai, hal tersebut sangat jelas di karenakan karena sungai merupakan satu – satunya sarana transportasi pada masa itu yang menghubungkan ibukota kerajaan dengan daaerah pelosok. Tentunya letak kerajaan sangat berpengaruh terhadap faktor geografis, contohnya Kerajaan Pajang yang letaknya di lereng gunung, hal tersebut menurut saya memang kurang wajar untuk sebuah kerajaan, karena hal tersebut memang menyulitkan untuk mendatangi pusat kota maupun istana Kerajaan Pajang, tapi salah satu sisi positifnya adalah, karena lereng gunung adalah daerah yang subur, maka dari itu Kerajaan Pajang menitikberatkan ke bidang pertanian, hingga dijuliki sebagai lumbung beras.
Kerajaan Nan Sarunai adalah tahap awal dari Kerajaan Banjar, kerajaan ini kalau sekarang terletak diantara Kabupaten Tabalong dan Hulu Sungai Utara, tepatnya berada di tepi Sungai Tabalong. Sungai Tabalong adalah anak dari Sungai Bahan yang bermuara ke Sungai Barito. Selain itu, muncul pendapat berbeda yang menyatakan bahwa Kerajaan Tanjungpuri berbeda dengan Kerajaan Nan Sarunai. Pendapat ini meyakini bahwa Kerajaan Tanjungpuri bukan pemerintahan yang dikelola oleh Suku Dayak Maanyan, melainkan oleh orang-orang Melayu Palembang yang merupakan pelarian dari Kerajaan Sriwijaya (Suriansyah Ideham, eds., 2007:17 dalam www.melayu-online.com). Versi yang satu ini juga menyebutkan bahwa Kerajaan Nan Serunai dan Kerajaan Tanjungpuri berada dalam lingkup ruang dan waktu yang sama. Kerajaan Nan Serunai berpusat di Amuntai, sedangkan Kerajaan Tanjungpuri beribukota di Tanjung.
kita sering mendengar bahwa nenek moyang kita berlayar sampai ke Madagaskar, dan ternyata yang dimaksud dengan nenek moyang tersebut adalah suku Dayak Maanyan yang berlayar pada tahun 600 Masehi (www.melayu-online.com/kerajaan_nan_sarunai), terdengar aneh bukan?, hal tersebut kalau kita membayangkan keadaan geografis sekarang, tapi lain halnya kalau kita coba tengok keadaan geografis Kalimantan bagian tengah tersebut pada zaman purba dahulu, dulu daerah Kalimantan bagian tengah adalah teluk besar, daerah tersebut memang sangat memungkinkan untuk kemaritiman, karena teluklah yang membuat orang Dayak Maanyan menjadi pelayar yang tangguh, sampai – sampai mereka berlayar jauh sampai ke Madagaskar, Hudson dalam Bukunya yang berjudul Indonesia mengatakan bahwa ada persamaan antara bahasa Dayak Maanyan dengan Bahasa Madagaskar. Ketangguhan orang Dayak Maanyan dalam bidang maritim lama kelamaan menjadi berkurang, hal tersebut di sebabkan karena adanya pendangkalan lingkungan maritime tempat mmereka hidup, akhirnya daerah tersebut menjadi daratan dan suku Dayak Maanyan pun kehilangan budaya maritimnya, dan daerah daratan yang berasal dari proses pendangkalan tersebut di beri nama Banua Hujung Tanah. Terdapat dua lokasi di masa sekarang yang diperkirakan merupakan bekas wilayah Pulau Hujung Tanah, yakni Amuntai dan Tanjung, yang keduanya terletak tidak jauh dari Pegunungan Meratus yang memang dikisahkan membentang di timur Pulau Hujung Tanah, tempat di mana Kerajaan Nan Sarunai berdiri (www.melayu-online.com/kerajaan_nan_sarunai)
Daerah Amuntai seperti yang kita ketahui adalah daerah terbentang rawa yang luas (coba perhatikan dari daerah Pekapuran sampai Sungai Buluh), apakah masuk akal kalau daerah bekas terendam air akan membentuk rawa? saya rasa hal tersebut logis, daerah bekas laut yang mengalami proses pendangkalan akan mengalami pembentukan rawa, hal mengenai Amuntai dahulunya adalah laut diperkuat oleh pendapat Jon, seorang mahasiswa Politeknik Negeri Banjarmasin jurusan Pertambangan, dia berkata bahwa Amuntai, Barabai, dan Kandangan dulunya memang daerah laut, hal tersebut dibuktikan bahwa di Barabai banyak ditemukan batu marmer yang mengalami pengapuran, pengapuran tersebut menunjukan bahwa daerah tersebut dulunya memang laut. Letak geografis Kerajaan Nan Serunai yang strategis, membuat orang – orang pelarian dari Kerajaan Sriwijaya (waktu itu Kerajaan Sriwijaya diserang oleh Raja Cola) tertarik untuk berdiam di daerah tersebut, dan mereka membaur dengan suku Dayak Maanyan, sehingga kebudayaan melayu yang mereka bawa menjadi satu kebudayaan baru, yakni embrio dari kebudayaan Banjar.
Kerajaan Nan Sarunai pada waktu itu sudah dapat dibilang makmur, karena kegemilangan mereka dalam perdagangan, teluk Sarunai sebelum pendangkalan, ramai disinggahi para pedagang dari berbagai penjuru, hal tersebut juga dikarenakan Kerajaan Nan Sarunai menjalin hubungan perdagangan dengan negara lain, seperti Indragiri, Majapahit, Bugis, bahkan hingga Madagaskar (Ganie, 2009). Kegemilangan Kerajaan Nan Sarunai membuat Kerajaan Majapahit tergiur untuk mengusai Kerajaan Nan Sarunai, pada tahun 1355 M Hayam Wuruk memerintahkan panglima Empu Jatmika untuk menguasai Kerajaan Nan Sarunai, penyerangan ini pun berhasil dan Empu Jatmika mendirikan kerajaan baru yang diberi nama Kerajaan Negara Dipa yang berpusat di Amuntai.
Nah, jadi jelas bahwa letak geografis suatu kerajaan sangat mempengaruhi semua aspek dalam suatu kerajaan, baik itu ekonomi, sosial, dan budaya. Karena kurangnya sumber sejarah tentang Kerajaan Nan Sarunai, maka penjelasannya teramat singkat. Hikayat Banjar pun hanya sedikit menyinggung tentang Kerajaan Nan Sarunai dan itu hanya menyinggung tentang keruntuhan Kerajaan Nan Sarunai, hal tersebut mungkin dikarenakan perubahan Hikayat Banjar di jaman Kesultanan Banjar, Hikayat Banjar versi pertama merupakan versi yang telah diubah dan disusun pada masa Kesultanan Banjar yang secara definitif telah memeluk agama Islam, sedangkan versi kedua dianggap sebagai versi yang berasal dari Negara Dipa yang memeluk agama Hindu (Ras, 1968:238 dalam www.melayu-online.com), salah satu sumber tentang keruntuhan Kerajaan Nan Sarunai selain Hikayat Banjar adalah puisi ratapan atau wadian yang dilisankan kedalam bahasa Dayak Maanyan, para seniman lokal mengenang keruntuhan Kerajaan Nan Sarunai sebagai peristiwa “Usak Jawa” atau “Penyerangan oleh Kerajaan Jawa” (Ganie, 2009).
Sumber Referensi
1. www.melayu-online.com/kerajaan_nan_sarunai
2. Tajuddin Noor Ganie, “Sejarah kehidupan di Tanah Banjar”, tersedia di http://tajudinnoorganie.blogspot.com, data diunduh pada tanggal 12 September 2010
3. Mudjahidin. S, Dari Zaman Megalitik – Tanjung Puri – Candi Laras sampai Panglima Batur