Sabtu, 02 Januari 2010

PRAHARA DUA SAHABAT

Malam itu, suasana di sebuah perkampungan yang sunyi senyap , tak ada seorang pun yang keluar rumah, rupanya penduduk kampung tersebut sudah lelap tertidur, hanya ada suara angin yang menerpa daun-daun kering dari pohon.
Tiba-tiba di tengah kesunyian malam,” doorrrrrr!”, suara senapan yang menderu, semakin lama semakin banyak saja suara senapannya, bak dihujani peluru. Maka berlarian penduduk kampung, tapi kampung mereka sudah dikepung penjajah Belanda, maka banyaklah berjatuhan korban, sebagian mereka juga menembaki Belanda dengan “Katikan “, ada juga mereka menyerang dengan “Parang Bungkul” , tapi tidak berhasil juga karena dari segi persenjataan tidak seimbang, mereka banyak yang tertembak dalam penyerangan tersebut, kecuali Lima orang yang berhasil melarikan diri kehutan, mereka itu adalah Angah Ibad, Busu Iwah, Angah Uwit, Julak Itab dan Utuh Lani (anak Angah Ibad yang berumur sekitar 18 tahun).
Fajar pun bangkit dari peraduannya, mereka kembali ke kampung untuk mengurus jenazah para korban penembakan tadi malam , saat mereka memandikan seorang jenazah remaja , tiba-tiba jenazah tersebut bergerak dan bangun, Julak Itab dan Angah Uwit pun ketakutan dan segera memberitahukan hal tersebut kepada Angah Ibad dan Busu Iwah, mereka pun ketempat kejadian, dengan penuh rasa takut, Busu Iwah pun menanyai jenazah tersebut, “Sssiiiappa ikam”,kata Busu Iwah dengan perasaan takut, “Ulun Ijul, anak Busu Isay”, kata jenazah tersebut sambil tersenyum, lalu, belum sempat Angah Ibad berbicara jenazah tadi berkata “Ulun sebenarnya kada mati, tapi pingsan haja malihat kuwitan ulun ditembak Walanda”,kata Ijul, Ijul pun menjelaskan apa yang terjadi secara panjang lebar.
Waktu sudah menandakan Zuhur, mereka kembali ke hutan, disana mereka tinggal di rumah penjaga hutan yang bernama Julak Ajud, mereka disambut dengan ramah oleh Julak Ajud, karena beliau hidup sendiri di hutan. Disana mereka hidup dengan tenang, Angah Ibad dan Busu Iwah mengajarkan ilmu Tasawuf kepada Ijul dan Utuh Lani, selain ilmu agama mereka juga diajarkan ilmu kanuragan oleh Angah Ibad, rasa persaudaraan diantara mereka terjalin sangat erat, kemanapun Utuh Lani pergi, Ijul selalu ada dibelakang mengiringi, mereka saling menjaga. Apabila ada salah satu dari mereka ada yang kesusahan, maka yang satunya lagi membantu apa yang bisa di bantu, mereka seperti saudara kandung.
Suatu hari ketika Utuh Lani pergi ke hutan, secara diam-diam Julak Ibad memberikan ilmu kanuragan khusus kepada Ijul, hal ini diketahui oleh Utuh Lani, Utuh Lani pun iri dan segera menyerang Ijul dan Ayahnya, Utuh Lani menyerang dengan Jurus Hadangan Api, sekujur tubuh Utuh Lani memerah bagai bara api, Utuh Lani langsung menghantam ulu hati Ijul, tapi dengan gesitnya Ijul menangkis, dan bertanya kepada Utuh Lani “Lani, kenapa Ikam tiba-tiba menyerang kami? Salah apa Tuh kami ni?”,kata Ijul dengan nada keheranan, “kada usah banyak bicara ikam tu!, kada suah luku ikam merasakan Hadangan Apiku!”, kata Utuh Lani dengan nada marah,tanpa banyak bicara serangan bertubi-tubi dari Utuh Lani pun langsung menghantam tenggorokan dan pelipis Ijul, leher dan pelipis Ijul bagai kena luka bakar, melihat hal ini Angah ibad pun menendang ulu hati Utuh Lani dan berkata “ikam tuh ai kada usah iri dengan Ijul, ampih sudah berkelahi, kalau kada ampih abah umban ikam!”, Kata Angah Ibad dengan tegas, Utuh Lani pun lari masuk ke rumah Julak Ajud. Angah Ibad dan Ijul pun menyusul kedalam dan menjelaskan semua, akhirnya Utuh Lani meminta maaf kepada Ijul walau didalam hati Utuh Lani menyimpan rasa iri kepada Ijul. Kemudian Ijul yang terluka akibat serangan Utuh Lani tadi dirawat oleh Julak Ajud yang ahli meramu obat-obatan dari tumbuhan dan juga Julak Ajud selalu memberikan nasehat dan mengajarkan sedikit ilmu pengobatan kepada Utuh Lani, setelah Ijul sembuh konflik antara Utuh Lani dan Ijul tidak lagi terjadi, hubungan persaudaraan mereka kembali terjalin erat, bahkan mereka lebih akrab dari sebelumnnya, mereka saling berbagi dalam pengetahuan dan sering berlatih bela diri bersama-sama, mereka pun berjanji tidak akan bermusuhan seumur hidup, dan saling bertukar kalung sebagai tanda persahabatan mereka. Suatu hari ketika ijul sedang asyik memperbaiki jala yang rusak, tiba-tiba datang beberapa orang Serdadu Belanda sambil menembaki rumah Julak Ajud, Ijul berteriak “ Angah, markas kita di serang Walanda”,! Belum sempat Ijul masuk kedalam rumah, Ijul tertembak di kaki, hal ini membuat Angah Ibad dan Julak Itab marah dan langsung menyerang dengan parang bungkul, tapi dengan cepat Belanda menembaki mereka berdua, tapi Angah Ibad tidak mempan dengan peliru karena beliau memakai ilmu kebal peluru dan Julak Itab sudah menelan “Bulu Hantu Bariaban” yang juga sejenis dengan ilmu kebal dengan senjata. Lalu mereka di bantu ijul, Busu iwah, Angah Uwit dan Utuh Lani melawan Belanda, ketika Belanda hampir kalah, kemudian datanglah pasukan serdadu Belanda dengan jumlah yang besar, hal ini membuat keenam orang tersebut bersembunyi ke dalam hutan sambil memakai ilmu menghilang “Daun Bapingkut”, yaitu apabila memegang daun segar maka tubuh mereka tidak kelihatan.
Setelah keadaan aman mereka kembali lagi ke rumah julak Ajud, karena mereka mengkhawatirkan Julak Ajud yang belum pulang “Manurih”(menyadap karet) pada saat mereka lari ke hutan, tapi ternyata julak Ajud baik-baik saja, “Alhamdulillah, ternyata andika selamat haja lih, adakah andika bertemu dengan Walanda tadi tu?”, kata Angah ibad, Julak Ajud pun menjawab dengan nada ketakutan “jah, ada lih ngah? Umai lih ngah, aku kadida tatamu ngah ai”, jawab Julak Ajud. Kemudian mereka makan bersama-sama, sambil mengisahkan kejadian tadi yang mereka alami kepada Julak Ajud.
Pagi yang dingin, ketika ketika julak Ajud sedang mengasah pahat dan bersiap-siap untuk manurih, tiba-tiba datang Utuh Lani menusukan Mandau ke pinggang Julak Ajud, hingga Julak Ajud tewas tertusuk, hal ini kemudian tanpa sengaja dilihat oleh Busu Iwah yang hendak pergi membantu Julak
Ajud manurih, kemudian Busu Iwah melaporkan apa yang dilihatnya kepada Angah Ibad , hal ini membuat Angah Ibad murka dan langsung hendak mengeluarkan mengeluarkan Pukulan Hadangan Api kepada Utuh Lani, Utuh Lani pun dengan segera lari meninggalkan Angah Ibad dan yang lain, dan Ijul pun menyusul untuk menyusul sahabatnya, kemudian dia dicegah dan diancam oleh Angah Ibad dengan Pukulan Hadangan Api, tapi ancaman tersebut tak dapat melemahkan semangat untuk menyusul dan mencari sahabatnya, kemudian pada malam hari ketika orang-orang sudah terlelap tidur, Ijul bangun dan pergi mencari sahabatnya, tapi, usahanya gagal karena Utuh Lani sudah pergi jauh entah kemana, hal ini membuat Ijul sedih tapi dia tetap tegar menghadapi kenyataan, hingga akhirnya dia kembali ke rumah.
Sepuluh tahun berlalu, Utuh Lani tidak kembali dan tidak ada kabar, Angah Ibad dan Busu Iwah pun sudah lama meninggal, bekas rumah Julak Ajud dijadikan markas pejuang, dan Ijul yang menggantikan Angah Ibad memimpin kelompoknya. Suatu hari mereka merencanakan menyerang Belanda di Mabu’un dengan cara sembunyi-sembunyi, mereka meminta bantuan kepada pasukan “Baratib Baamal” yang dipimpin Pangulu Abdul Rasyid dari Pasar Arba dan juga mereka meminta bantuan pasukan Dayak Ma’anyan dari Pujung yang dipimpin oleh Balian Awing, serta mendapat bantuan pasukan dari Kesultanan Banjar yang dipimpin Mantri Hawas Abdullah Said, mereka bergabung dalam satu pasukan yang dipimpin Ijul, mereka bersenjatakan Lima buah senapan yang mereka rampas dari Belanda, serta Parang Bungkul. Dan akhirnya mereka memulai penyerangan dengan berjalan kaki menyusuri tepi sungai Tabalong, sesampainya mereka ke Mabu’un, mereka di hadang terlebih dahulu oleh pasukan serdadu Belanda yang dipimpin oleh Letnan Habang. Maka terjadilah perang yang sengit. Banyak jatuh korban dari Pihak Ijul, Tak terkecuali Mantri Hawas, maka jumlah pasukan yang dipimpin Ijul menjadi sedikit, kemudian datang pasukan dari Benteng Tundakan, mereka memulai lagi penyerangan, tapi markas Belanda sudah terbakar dan pasukan Belanda banyak yang mati, mereka heran, siapa yang menolong mereka melawan serdadu Belanda, hal itu membuat hati Ijul bertanya-tanya, kemudian Ijul menyuruh pasukan menyerang dengan sembunyi-sembunyi, tanpa pikir panjang mereka langsung menyerang secara diam-diam kepada pasukan Belanda, dan akhirnya mereka berhasil membunuh pasukan belanda yang tinggal sedikit, Ijul Juga berhasil menusukkan parang bungkul ke perut Letnan habang, maka jatuhlah Topi Letnan Habang dan mukanya jelas sekali kelihatan, ternyata Letnan Habang adalah Utuh Lani sahabatnya, Ijul pun terkejut dan menyesal telah membunuh sahabatnya, kemudian dengan segera ia menolong sahabatnya tersebut, dengan isak tangis ijul pun berkata “Lani, aku kada sangaja membunuh ikam,”! kata Ijul sambil menangis, “kada papa jul ai, ini sudah takdirku, tapi ikam perlu tahu satu hal, sudah saatnya ikam mengetahui”, kata Utuh Lani, Ijul pun menjawab “nangapa Lan? Hal apa yang perlu aku ketahui?”, kemudian Utuh Lani Sambil menahan sakit akibat tusukan menjelaskan sebab ia dulu membunuh Julak Ajud, “ ikam percaya kada percaya, Julak Ajud itu adalah mata-mata Belanda, makanya markas kita ketahuan, aku menyaksikan sendiri bahwa Julak Ajud diberi hadiah oleh Belanda karena sidin mamadahkan dimana persembunyian kita”, kata Lani dengan terbata-bata, kemudian dia menjelaskan bahwa dia lah yang membunuh pasukan Belanda dan membakar markas serta gudang makanan Belanda, dan utuh lani kemudian menyerahkan kalung yang menjadi tanda persahabatan mereka,”tolong jagakan kalung ini, mun ikam mangganang aku, lihati ha kalung ini!”, kata Utuh Lani, tidak berapa kemudian Utuh Lani menghembuskan nafas terakhir, Ijul menangis sambil memeluk mayat sahabatnya yang berlumuran darah, kemudian Utuh Lani dimakamkan di samping makam Mantri hawas dan Syuhada yang lain.




*** S E K I A N ***

1 komentar: